Jika
mendengar kata korupsi, pikiran kita sudah pasti akan melayang ke tayangan
berita para pejabat melakukan korupsi yang sering menghiasi layar kaca di rumah.
Atau kita selalu berasumsi bahwa korupsi itu sebuah perbuatan/ aksi yang
identik dengan seorang pejabat kaya yang bisa dibilang ‘greedy’ dan haus
kekuasaan, berhubungan dengan politik dan selalu terjadi di lingkungan pemerintahan. Well, sebenarnya hal itu tidak salah dan tidak benar juga. Tapi, jangan
terlalu berpikir bahwa kita tidak akan seperti mereka, dalam artian kita seolah-seolah
merasa bersih dari praktik-praktik korupsi tersebut. Hal itu belum tentu benar
karena mungkin ada ‘perbuatan- perbuatan’ yang bagi kita adalah hal ‘sepele’
tetapi ada kaitannya dengan aksi korupsi.
Tapi, terlebih dahulu mari kita kaji
apa arti korupsi. Korupsi adalah sebuah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu corrupt. Menurut kamus Oxford (versi cetak),
corrupt dalam arti adjective (kata sifat) adalah immoral, dishonest, containing changes or
faults, and no longer in original state. Sedangkan kamus Oxford versi
digital1, bahwa corrupt
adalah having or showing
a willingness to act dishonestly in return for money or personal gain. Dengan
kata lain bahwa korupsi identik dengan perilaku tidak jujur dalam hal
menginginkan sesuatu seperti uang atau segala sesuatu untuk keuntungan pribadi
semata.
Lalu, bagaimana peringkat Indonesia dalam
hal korupsi? Indonesia berada di peringkat ke-882 paling korup dari
175 negara berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi tahun 2015 yang dilaporkan oleh
organisasi Transparency International3. Peringkat korupsi di Indonesia
sendiri rata-rata berada di urutan 100 dari tahun 1995 hingga 2015, mencapai
peringkat tertinggi di urutan 143 tahun 2007 dan peringkat rendah urutan 41
tahun 1995.
Peringkat Indonesia tahun 2006-2015 (http://www.tradingeconomics.com) |
Melihat nilai-nilai peringkat ini,
kita suka berasumsi bahwa para pemimpin negeri inilah yang memberikan andil besar
terhadap kasus korupsi yang sampai saat ini masih merajalela. Bukan hanya
terjadi di sektor pemerintah pusat tapi menyebar ke pemerintahan daerah.
Kemudian, apa alasan seseorang
melakukan korupsi? Berdasarkan artikel yang saya baca dari Directorat on Corruption
and Economic Crime (DCEC)4
milik negara Bostwana (yang berada di urutan ke-28 negara korup) bahwa
ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan korupsi, yaitu adanya sebuah
kesempatan untuk melakukan korupsi, rendahnya sisi leadership (kepemimpinan) di sebuah organisasi, sifat serakah, ada rasa percaya
bahwa si pelaku tidak akan ditangkap dan jikalau pun tertangkap, hukuman akan diberi
keringanan.
Melihat dari berbagai alasan ini, tanpa disadari kita lagi-lagi menyalahkan pemerintah yang tidak
jujur dan haus kekuasaan. Tapi, pernahkah kita menanyakan pada diri sendiri
seperti ‘apakah saya sudah bersih dari perilaku korupsi?’ Nah, kembali lagi ke
asumsi saya pada paragraf pertama tadi dan alasan seseorang melakukan korupsi, bahwa
bisa saja ada ‘hal-hal sepele’ yang selama ini kita pikir ‘its not a big problem’ tetapi ternyata ada kaitannya dengan sikap
dan keputusan kita terhadap suatu hal di masa depan.
Lalu ‘hal-hal sepele’ seperti apa? Well, saya menuliskan contoh ‘korupsi kecil’
ini berdasarkan pengamatan saya selama menjadi mahasiswa dan bekerja sebagai tenaga
professional.
1. Disiplin
Bisa dikatakan bahwa Indonesia ‘paling
fleksibel’ dalam hal waktu pun dalam bekerja, seperti datang tidak sesuai
jam kerja dan pulang dengan seenaknya. Hal itu saya temukan di beberapa
instansi pemerintahan. Dan ketika atasan tidak ada, mereka dengan seenaknya
bisa pergi kemana pun atau pulang sesuka hati. Kenapa saya kaitkan dengan
korupsi? Yes, secara tidak sengaja
kita sudah melakukan korupsi waktu. Pun tidak ada sebuah hukuman (punishment)
untuk mereka yang bekerja kurang dari
jam yang sudah ditentukan. Kita selalu berpikir “ah, gak papa kok, toh orang lain juga gitu”. Entah kenapa kita
suka mencari pembenaran untuk diri sendiri seakan-akan perbuatan tersebut tidak
perlu dibesar-besarkan. Secara tidak langsung, kita sudah mengajari diri ini untuk berlaku ‘tidak jujur’. Jadi solusinya,
mulailah menjadi pribadi yang disiplin. Mulailah jujur dan tidak mencari ‘excuse’ lagi. Jika sudah melatih diri
ini untuk berperilaku disiplin, efeknya akan terasa dalam setiap lini kehidupan
yang kita dijalani. Dan tidak akan ada pikiran untuk melakukan kecurangan dalam
hal apapun.
2. Fasilitas
Siapa yang tidak tergiur dengan
fasilitas yang diberikan oleh tempat kita bekerja? Entah itu fasilitas komputer
dan printer, kemudahan dalam akses internet, gadget, mobil, dan lain sebagainya. Tetapi, mungkin karena sudah
terbiasa dikelilingi oleh fasilitas yang cukup ‘menggiurkan’ tersebut membuat
kita lupa bahwa semua itu hanyalah fasilitas untuk memudahkan pekerjaan bukan
untuk pribadi. Secara tidak sengaja saya sering menemukan ada beberapa orang yang
iseng suka mengeprint/ memfoto-kopi menggunakan printer kantor. Dan ketika saya bertanya untuk apa, mereka
menjawab untuk kepetingan pribadi karena mereka tidak memiliki printer pribadi
di rumah. Saya pun berkata bahwa kertas dan tinta adalah milik kantor dan bukan
digunakan untuk hal lain. Tetapi mereka suka berdalih dan berkata “tidak
masalah toh masih banyak stok kertas dan tinta di gudang”. Lagi-lagi saya
disuguhi dengan alasan klise tersebut. Mereka
suka berpikir dalam hal ‘menggampangkan sesuatu’. Padahal tanpa kita sadari,
kita sudah mengajari diri ini untuk
berlaku korupsi dalam hal “sebuah kesempatan untuk memenuhi kepentingan pribadi.”
3. Plagiat
Bagian ini khusus untuk siswa dan
mahasiswa yang masih menuntut ilmu. Mereka
adalah orang-orang yang tidak pernah lepas
dari tugas seperti makalah, esai yang secara tidak langsung berhubungan dengan mencari
referensi dari buku dan jurnal-jurnal ilmiah. Dengan kecanggihan teknologi, kita
dengan mudah mencopy-paste referensi
yang kita dapatkan hanya demi mengejar nilai. Bahkan saya melihat ada beberapa
guru dan dosen seakan tidak mau ambil pusing jika anak didik mereka melakukan
kegiatan ‘plagiat’ tersebut. Yup, bukan saja si mahasiswa yang rugi
karena tidak bisa berpikir kritis tetapi si dosen/ pendidik seakan ‘cuek’
membiarkan perilaku ‘tidak jujur’ tersebut terjadi secara terang-terangan. Yang ada di dalam pikiran kita hanyalah mengejar
nilai atau lulus suatu mata kuliah tanpa mengajarkan diri ini untuk berlaku
sesuai moral.
Ini hanyalah beberapa contoh kecil yang
secara tidak langsung terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, menurut
saya ada tiga poin penting untuk mencegah korupsi tersebut. Pertama, mulailah mencegah korupsi dari diri
sendiri. Tanyakan pada diri apakah yang kita lakukan ini sudah termasuk baik
atau buruk. Korupsi bukan berarti harus terkait mengenai uang, kekuasaan atau
harta. Tapi, segala perilaku dan perbuatan yang tidak bermoral sekaligus tidak
jujur termasuk aksi korupsi.
Poin kedua, yaitu jangan terlalu sering
melatih diri ini untuk selalu ‘menggampangkan sesuatu’ atau menutup mata terhadap hal-hal ‘tidak
jujur’ yang masih tergolong skala kecil
(seperti contoh diatas). Hal itu akan berpengaruh terhadap sikap kita terhadap sebuah
kesempatan ‘tidak jujur’ dalam skala besar. Ibarat ketika seseorang ingin
menjadikan membaca menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari, maka dia akan
memulai hal kecil seperti membaca satu halaman satu hari, kemudian lanjut
menjadi dua halaman sampai akhirnya menjadi satu buku dalam satu minggu. Seperti
yang dikatakan oleh Ustad Felix Y. Siauw di dalam buku beliau berjudul How to Master your Habits, bahwa faktor
untuk membentuk habits (kebiasaan) hanya
2 hal, yaitu practices (latihan) dan repetition (pengulangan)5.
Pun hal sama kita terapkan untuk mencegah diri kita dari perilaku ‘korupsi kecil-kecilan’.
Selain itu, kita bisa belajar dari
kisah seorang Khalifah Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz tentang lilin negara.
Sebuah kisah yang sangat jarang terjadi pada masa sekarang. Alkisah, ketika
seorang utusan datang dari salah satu daerah berkunjung ke kediaman beliau
untuk menyampaikan keadaan rakyat dan penguasa di daerah tersebut, maka sang
Khalifah menyalakan sebuah lilin yang besar. Selanjutnya, utusan tersebut
bertanya kepada beliau mengenai keadaan diri dan keluarganya, Umar bin Abdul
Aziz meniup lilin besar tersebut dan menggantinya dengan sebuah lilin kecil
yang cahayanya tidak bisa menerangi seluruh ruangan karena cahayanya yang
lemah. Umar pun
menjelaskan bahwa lilin yang beliau matikan adalah harta Allah dan kaum
muslimin atau milik negara. Ketika utusan tersebut bertanya tentang urusan negara
dan urusan rakyat, lilin itu dinyalakan. Tetapi ketika pembicaraan mengarah ke
hal pribadi dan keluarga, lilin tersebut dimatikan. Umar tidak ingin menjadi
pemimpin yang menyalah gunakan amanah dan kepercayaan rakyat6.
Sebuah keteladanan mulia yang patut kita terapkan dalam sehari-hari.
Poin ketiga, mari budayakan rasa malu
dalam hal berbuat keburukan. Jika malu sudah mengakar kuat, maka otomatis alam
sadar kita sudah ter-setting untuk
berpikir dua kali melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani.
Last but most importantly, kita tidak bisa serta-merta selalu
menyalahkan pemerintah yang tidak tanggap dalam mencegah korupsi dan kita pun
bersikap seakan tidak mau tahu. Padahal, untuk memberantas dan mencegah korupsi
bukanlah sesuatu hal yang mustahil dilakukan asal kita mau memulai dari diri
sendiri. Milikilah rasa kejujuran (integrity)
dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Pahamilah bahwa masa depan Indonesia berada
di tangan kita. Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein:
“Dunia tidak akan hancur oleh mereka
yang melakukan kejahatan tetapi oleh mereka yang melihat kejahatan namun tidak
melakukan apapun.”
So, mari cegah korupsi dari diri sendiri sekarang!
Referensi:
3. Transparency
International adalah sebuah organisasi non pemerintah (Non-governmental
organization) yang berlokasi di Berlin, Jerman. Fokus kegiatan mereka adalah
untuk memerangi korupsi dan mencegah kegiatan criminal yang timbul dari korupsi
(sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Transparency_International)
5. Siauw,
Y. Felix. 2013. How to Master your Habits. Jakarta: Alfatih Press
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Hari Anti Korupsi Internasional yang diselenggarakan KPK dan Blogger Bertuah Pekanbaru