Judul Buku : Surat Dahlan
Penulis : Krishna Pabichara
Penerbit : Noura Books (PT. Mizan Publika)
Tebal : 396 halaman
Tahun : 2013
ISBN : 978-602-7816-25-1
Sekuel kedua novel mega
best seller Sepatu Dahlan akhirnya
keluar juga pada bulan Januari 2013 dengan judul sama yang sudah dipublish di
lembaran akhir novel Sepatu Dahlan, yaitu Surat Dahlan. Novel ini mengisahkan
kisah perjalanan sang Dahlan muda saat ia merantau dan kuliah di Bumi Etam, Samarinda.
Selain itu dalam novel ini juga
mengisahkan perjalanan kisah cita dan
cinta Dahlan muda yang selama ini belum pernah kita dengar lewat media. Melalui ide-ide cemerlang yang dikelola dan
ditulis oleh Krishna Pabichara, sang penulis, kita disuguhkan kisah yang tidak
kalah menarik dari novel pertama, Sepatu Dahlan, yang lebih banyak menceritakan
masa kecil Dahlan Iskan.
Krishna Pabichara lahir
di Borongtammatea, Jeneponto, Makassar
pada 10 November 1975. Dia telah menelurkan 16 buku, fiksi maupun non fiksi. Novel pertamanya, Sepatu Dahlan
termasuk dalam 5 Besar Anugerah Pembaca Indonesia 2012. Penulis yang sering
disapa Daeng Marewa ini juga bekerja sebagai penyunting lepas dan aktif dalam
berbagai kegiatan literasi. Di blognya, dusunkata.blogspot.com,
ia kerap menulis sajak-sajak dan puisi. Tidak mengherankan, penulis yang
bertempat tinggal di Bogor ini merupakan seorang pecinta prosa dan puisi dengan
dibuktikan melalui bahasa-bahasa indah yang ia tulis di dalam novel Surat Dahlan.
Alangkah
memalukannya aku bila tak bisa melawan penyakit rindu, walaupun penyakit ini
lebih menyesakkan daripada asma atau
gigilnya lebih parah daripada demam bermalam-malam.
Cerita Surat Dahlan
bermula ketika Dahlan sudah memasuki tahun ketiganya di Bumi Etam, Samarinda. Walaupun
rasa rindu kepada Bapak dan kampung halaman melingkupi hatinya tapi ia harus
bertahan terhadap jalan yang sudah ia pilih. Dahlan yang kuliah di PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) tidak merasa bersemangat kuliah lagi karena
teori-teori yang ia dapatkan dari dosen berbeda dengan kenyataan. Tapi, dia
tetap melanjutkan kuliahnya karena janjinya kepada Aisha untuk bertemu kembali
setelah tiga tahun. Untuk membuang rasa jenuhnya, Dahlan bergabung dalam
organisasi PII (Pelajar Islam Indonesia).
Dan ia bersama teman-temannya merencanakan
untuk menggelar aksi di Tugu Nasional
hingga berujung ia dikejar-kejar oleh tentara sampai akhirnya ia jatuh ke jurang,
ditemukan dan dirawat oleh Nenek Saripa. Sampai akhirnya ia
ditawari oleh Sayid, keponakan nenek Saripa untuk menjadi seorang wartawan di
Mimbar Masyarakat. Bagian inilah kisah cita atau karier Dahlan dimulai. Dahlan
meninggalkan kuliahnya dan fokus akan peluang menjadi wartawan. Rasa cintanya
pada surat kabar mengalihkan pikiran Dahlan terhadap Aisha dan Maryati yang
memendam rasa cinta kepadanya. Bahkan Dahlan tidak menyangka Nafsiah, seorang perempuan
dari Loa Kulu dan teman satu organisasinya di PII memendam rasa suka
kepadanya.
Ketika ia memulai karier sebagai wartawan yang belum mempunyai pengalaman, Dahlan pun tidak patah semangat ketika tulisan pertamanya dicerca habi-habisan oleh Syuhaini, redaktur pelaksana Mimbar Masyarakat. Bahkan ia terus berjuang dan belajar sampai akhirnya ia mendapat gaji pertamanya. Karier Dahlan pun menemukan puncak ketika ia diangkat menjadi seorang redaktur pelaksana Mimbar Masyarakat. Sampai akhirnya ia meminang Nafsiah, Dahlan muda terus bekerja keras dan belajar hingga ia menjadi kepala biro daerah majalah Tempo di Surabaya. Dan perjalanan cita-nya sampai ketika ia diamanahi utnuk membenahi Jawa Pos. Atas desakan Rully, anak pertamanya, Dahlan muda pun berkunjung ke Kebon Dalem dan bertemu dengan bapak, adik dan teman-teman kecilnya yang telah ia tinggalkan lebih dari sepuluh tahun.
Ketika ia memulai karier sebagai wartawan yang belum mempunyai pengalaman, Dahlan pun tidak patah semangat ketika tulisan pertamanya dicerca habi-habisan oleh Syuhaini, redaktur pelaksana Mimbar Masyarakat. Bahkan ia terus berjuang dan belajar sampai akhirnya ia mendapat gaji pertamanya. Karier Dahlan pun menemukan puncak ketika ia diangkat menjadi seorang redaktur pelaksana Mimbar Masyarakat. Sampai akhirnya ia meminang Nafsiah, Dahlan muda terus bekerja keras dan belajar hingga ia menjadi kepala biro daerah majalah Tempo di Surabaya. Dan perjalanan cita-nya sampai ketika ia diamanahi utnuk membenahi Jawa Pos. Atas desakan Rully, anak pertamanya, Dahlan muda pun berkunjung ke Kebon Dalem dan bertemu dengan bapak, adik dan teman-teman kecilnya yang telah ia tinggalkan lebih dari sepuluh tahun.
“Terkutuklah
rindu, yang teruntuk hanya bagimu.”
Kisah perjalanan cinta
Dahlan muda ini sangat menarik kita baca di dalam novel dan sangat berbeda dari
kisah cinta anak-anak zaman sekarang. Ditambah lagi surat-surat tengah bulan
yang selalu dikirim oleh Aisha yang penuh dengan kata-kata indah pun menambah
nilai plus untuk novel surat Dahlan. Pun bahkan ketika sang Dahlan muda ingin
meminang Nafsiah melalui selembar kain tenun
doyo dengan motif limar harus
berakhir tragis karena Dahlan tidak sanggup menyatakan keinginannya pada
Nafsiah. Didalam novel ini kita pun bisa menemukan sisi romantisme Dahlan yang
lebih banyak terukir di dalam diary-nya walaupun ia tidak bisa berakting romantis
di depan orang yang ia sukai.
Cover Surat Dahlan ini
sangat bagus dengan gambaran sang Dahlan muda duduk di tepi Sungai Mahakam di
sore hari yang tidak pernah sepi dari lalu lalang kapal pengangkut batu bara. Apalagi
gambar cover tersebut menggambarkan awal cerita novel tersebut ketika Dahlan
duduk di selasar rumah Mbak Atun yang
tidak jauh dari tepi sungai Mahakam dan
sedang terjangkiti “penyakit para perantau “ yaitu rindu kampung, begitu istilah
yang digunakan oleh sang penulis.
Novel Surat Dahlan ini
memiliki kelebihan antara lain, bahasa yang digunakan sederhana dan sangat
indah seperti bahasa puisi atau prosa. Hal itu dibuktikan dari surat yang
ditulis Aisha dan tulisan diary sang Dahlan muda. Selain itu keunggulan novel
ini terletak pada kisah-kisah atau hikayat yang disampaikan oleh Bapak Iskan di
dalam novel yang membuat novel ini kaya dengan hikmat kehidupan. Contohnya di
bagian akhir bab di dalam novel, ketika Pak Iskan menceritakan tentang
pertanyaan dan pernyataan Imam Al Ghazali sehingga membuat Dahlan dan
teman-temannya yang mendengar cerita itu menjadi terdiam. Selain itu, surat Pak
Iskan yang berisi tentang pesan Nabi Isa as kepada para pengikutnya sehingga
membuat Dahlan merasa tertohok membacanya ketika ia merasa tidak semangat
dalam kuliah.
Kekurangan di
dalam novel ini yaitu tidak ada arti
dari beberapa kalimat berbahasa Jawa yang digunakan oleh Mbak Atun dan Mas Sam
ketika berbicara dengan Dahlan. Jika seorang pembaca yang tidak familiar dengan
bahasa Jawa pasti merasa penasaran dengan kalimat-kalimat tersebut.
“Kita
memang dilahirkan bersama rasa takut, tapi
kita tak boleh gentar menghadapi apapun.”
Novel ini layak dibaca
untuk semua kalangan yang ingin mengenal lebih dalam kisah masa muda seorang Dahlan Iskan yang dipenuhi
oleh cinta dan cita. Novel ini sarat dengan pesan dan hikmah yang disampaikan
kepada pembaca melalui beberapa cerita hikayat dan petuah yang disampaikan oleh
Pak Iskan. Selain itu novel ini juga
memotivasi seseorang untuk tidak pantang menyerah terhadap pilihan hidup yang
sudah dipilih seperti dikisahkan di dalam novel, saat sang Dahlan muda mulai tergila-gila
dengan surat kabar. Sampai akhirnya buah kerja kerasnya tersebut menghantarkan dirinya menjadi seseorang yang
dipercayai oleh petinggi Tempo untuk menangani dan membenahi Jawa Pos.
0 comments:
Post a Comment