Monday, December 12, 2016

Cegah Korupsi?! Mulai dari Dirimu.



           Jika mendengar kata korupsi, pikiran kita sudah pasti akan melayang ke tayangan berita para pejabat melakukan korupsi yang sering menghiasi layar kaca di rumah. Atau kita selalu berasumsi bahwa korupsi itu sebuah perbuatan/ aksi yang identik dengan seorang pejabat kaya yang bisa dibilang ‘greedy’ dan haus kekuasaan, berhubungan dengan politik dan selalu terjadi di lingkungan  pemerintahan. Well, sebenarnya hal itu tidak salah dan tidak benar juga. Tapi, jangan terlalu berpikir bahwa kita tidak akan seperti mereka, dalam artian kita seolah-seolah merasa bersih dari praktik-praktik korupsi tersebut. Hal itu belum tentu benar karena mungkin ada ‘perbuatan- perbuatan’ yang bagi kita adalah hal ‘sepele’ tetapi ada kaitannya dengan aksi korupsi.


Tapi, terlebih dahulu mari kita kaji apa arti korupsi. Korupsi adalah sebuah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu corrupt. Menurut kamus Oxford (versi cetak), corrupt dalam arti adjective (kata sifat) adalah immoral, dishonest, containing changes or faults, and no longer in original state. Sedangkan kamus Oxford versi digital1, bahwa corrupt adalah having or showing a willingness to act dishonestly in return for money or personal gain. Dengan kata lain bahwa korupsi identik dengan perilaku tidak jujur dalam hal menginginkan sesuatu seperti uang atau segala sesuatu untuk keuntungan pribadi semata. 


Lalu, bagaimana peringkat Indonesia dalam hal korupsi? Indonesia berada di peringkat ke-882 paling korup dari 175 negara berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi tahun 2015 yang dilaporkan oleh organisasi Transparency International3. Peringkat korupsi di Indonesia sendiri rata-rata berada di urutan 100 dari tahun 1995 hingga 2015, mencapai peringkat tertinggi di urutan 143 tahun 2007 dan peringkat rendah urutan 41 tahun 1995.
Peringkat Indonesia tahun 2006-2015 (http://www.tradingeconomics.com)

Melihat nilai-nilai peringkat ini, kita suka berasumsi bahwa para pemimpin negeri inilah yang memberikan andil besar terhadap kasus korupsi yang sampai saat ini masih merajalela. Bukan hanya terjadi di sektor pemerintah pusat tapi menyebar ke pemerintahan daerah.  


Kemudian, apa alasan seseorang melakukan korupsi? Berdasarkan artikel yang saya baca dari Directorat on Corruption and Economic Crime (DCEC)4  milik negara Bostwana (yang berada di urutan ke-28 negara korup) bahwa ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan korupsi, yaitu adanya sebuah kesempatan untuk melakukan korupsi, rendahnya sisi leadership  (kepemimpinan) di sebuah  organisasi, sifat serakah, ada rasa percaya bahwa si pelaku tidak akan ditangkap dan jikalau pun tertangkap, hukuman akan diberi keringanan. 


Melihat dari berbagai alasan ini, tanpa  disadari kita  lagi-lagi menyalahkan pemerintah yang tidak jujur dan haus kekuasaan. Tapi,  pernahkah kita menanyakan pada diri sendiri seperti ‘apakah saya sudah bersih dari perilaku korupsi?’ Nah, kembali lagi ke asumsi saya pada paragraf pertama tadi dan alasan seseorang melakukan korupsi, bahwa bisa saja ada ‘hal-hal sepele’ yang selama ini kita pikir ‘its not a big problem’ tetapi ternyata ada kaitannya dengan sikap dan keputusan kita terhadap suatu hal di masa depan. 

Lalu ‘hal-hal sepele’ seperti apa? Well, saya menuliskan contoh ‘korupsi kecil’ ini berdasarkan pengamatan saya selama menjadi mahasiswa dan bekerja sebagai tenaga professional.


1.      Disiplin

Bisa dikatakan bahwa Indonesia ‘paling fleksibel’ dalam hal waktu pun dalam bekerja, seperti datang tidak sesuai jam kerja dan pulang dengan seenaknya. Hal itu saya temukan di beberapa instansi pemerintahan. Dan ketika atasan tidak ada, mereka dengan seenaknya bisa pergi kemana pun atau pulang sesuka hati. Kenapa saya kaitkan dengan korupsi? Yes, secara tidak sengaja kita sudah melakukan korupsi waktu. Pun tidak ada sebuah hukuman (punishment) untuk mereka yang  bekerja kurang dari jam yang sudah ditentukan. Kita selalu berpikir “ah, gak papa kok, toh orang lain juga gitu”. Entah kenapa kita suka mencari pembenaran untuk diri sendiri seakan-akan perbuatan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Secara tidak langsung, kita sudah mengajari diri ini  untuk berlaku ‘tidak jujur’. Jadi solusinya, mulailah menjadi pribadi yang disiplin. Mulailah jujur dan tidak mencari ‘excuse’ lagi. Jika sudah melatih diri ini untuk berperilaku disiplin, efeknya akan terasa dalam setiap lini kehidupan yang kita dijalani. Dan tidak akan ada pikiran untuk melakukan kecurangan dalam hal apapun.



2.      Fasilitas

Siapa yang tidak tergiur dengan fasilitas yang diberikan oleh tempat kita bekerja? Entah itu fasilitas komputer dan printer, kemudahan dalam akses internet, gadget, mobil, dan lain sebagainya. Tetapi, mungkin karena sudah terbiasa dikelilingi oleh fasilitas yang cukup ‘menggiurkan’ tersebut membuat kita lupa bahwa semua itu hanyalah fasilitas untuk memudahkan pekerjaan bukan untuk pribadi. Secara tidak sengaja saya sering menemukan ada beberapa orang yang iseng suka mengeprint/ memfoto-kopi menggunakan printer kantor.  Dan ketika saya bertanya untuk apa, mereka menjawab untuk kepetingan pribadi karena mereka tidak memiliki printer pribadi di rumah. Saya pun berkata bahwa kertas dan tinta adalah milik kantor dan bukan digunakan untuk hal lain. Tetapi mereka suka berdalih dan berkata  “tidak masalah toh masih banyak stok kertas dan tinta di gudang”. Lagi-lagi saya disuguhi dengan alasan klise tersebut.  Mereka suka berpikir dalam hal ‘menggampangkan sesuatu’. Padahal tanpa kita sadari, kita sudah mengajari diri  ini untuk berlaku korupsi dalam hal “sebuah kesempatan untuk memenuhi kepentingan pribadi.”



3.      Plagiat

Bagian ini khusus untuk siswa dan mahasiswa yang masih menuntut ilmu.  Mereka adalah orang-orang yang  tidak pernah lepas dari tugas seperti makalah, esai yang secara tidak langsung berhubungan dengan mencari referensi dari buku dan jurnal-jurnal ilmiah. Dengan kecanggihan teknologi, kita dengan mudah mencopy-paste referensi yang kita dapatkan hanya demi mengejar nilai. Bahkan saya melihat ada beberapa guru dan dosen seakan tidak mau ambil pusing jika anak didik mereka melakukan kegiatan ‘plagiat’ tersebut.  Yup, bukan saja si mahasiswa yang rugi karena tidak bisa berpikir kritis tetapi si dosen/ pendidik seakan ‘cuek’ membiarkan perilaku ‘tidak jujur’ tersebut terjadi secara terang-terangan.  Yang ada di dalam pikiran kita hanyalah mengejar nilai atau lulus suatu mata kuliah tanpa mengajarkan diri ini untuk berlaku sesuai moral.



Ini hanyalah beberapa contoh kecil yang secara tidak langsung terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Lalu, menurut saya ada tiga poin penting untuk mencegah korupsi tersebut.  Pertama, mulailah mencegah korupsi dari diri sendiri. Tanyakan pada diri apakah yang kita lakukan ini sudah termasuk baik atau buruk. Korupsi bukan berarti harus terkait mengenai uang, kekuasaan atau harta. Tapi, segala perilaku dan perbuatan yang tidak bermoral sekaligus tidak jujur termasuk aksi korupsi. 


Poin kedua, yaitu jangan terlalu sering melatih diri ini untuk selalu ‘menggampangkan  sesuatu’ atau menutup mata terhadap hal-hal ‘tidak jujur’ yang masih tergolong  skala kecil (seperti contoh diatas). Hal itu akan berpengaruh terhadap sikap kita terhadap sebuah kesempatan ‘tidak jujur’ dalam skala besar. Ibarat ketika seseorang ingin menjadikan membaca menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari, maka dia akan memulai hal kecil seperti membaca satu halaman satu hari, kemudian lanjut menjadi dua halaman sampai akhirnya menjadi satu buku dalam satu minggu. Seperti yang dikatakan oleh Ustad Felix Y. Siauw di dalam buku beliau  berjudul How to Master your Habits, bahwa faktor untuk membentuk habits (kebiasaan) hanya  2 hal, yaitu practices (latihan) dan repetition (pengulangan)5. Pun hal sama kita terapkan untuk mencegah diri kita dari perilaku ‘korupsi kecil-kecilan’.


Selain itu, kita bisa belajar dari kisah seorang Khalifah Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz tentang lilin negara. Sebuah kisah yang sangat jarang terjadi pada masa sekarang. Alkisah, ketika seorang utusan datang dari salah satu daerah berkunjung ke kediaman beliau untuk menyampaikan keadaan rakyat dan penguasa di daerah tersebut, maka sang Khalifah menyalakan sebuah lilin yang besar. Selanjutnya, utusan tersebut bertanya kepada beliau mengenai keadaan diri dan keluarganya, Umar bin Abdul Aziz meniup lilin besar tersebut dan menggantinya dengan sebuah lilin kecil yang cahayanya tidak bisa menerangi seluruh ruangan karena cahayanya yang lemah. Umar pun menjelaskan bahwa lilin yang beliau matikan adalah harta Allah dan kaum muslimin atau milik negara. Ketika utusan tersebut bertanya tentang urusan negara dan urusan rakyat, lilin itu dinyalakan. Tetapi ketika pembicaraan mengarah ke hal pribadi dan keluarga, lilin tersebut dimatikan. Umar tidak ingin menjadi pemimpin yang menyalah gunakan amanah dan kepercayaan rakyat6. Sebuah keteladanan mulia yang patut kita terapkan dalam sehari-hari.


Poin ketiga, mari budayakan rasa malu dalam hal berbuat keburukan. Jika malu sudah mengakar kuat, maka otomatis alam sadar kita sudah ter-setting untuk berpikir dua kali melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani.


Last but most importantly, kita tidak bisa serta-merta selalu menyalahkan pemerintah yang tidak tanggap dalam mencegah korupsi dan kita pun bersikap seakan tidak mau tahu. Padahal, untuk memberantas dan mencegah korupsi bukanlah sesuatu hal yang mustahil dilakukan asal kita mau memulai dari diri sendiri. Milikilah rasa kejujuran (integrity) dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Pahamilah bahwa masa depan Indonesia berada di tangan kita. Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein:  

“Dunia tidak akan hancur oleh mereka yang melakukan kejahatan tetapi oleh mereka yang melihat kejahatan namun tidak melakukan apapun.”

So, mari cegah korupsi dari diri sendiri sekarang!


Referensi:



3.  Transparency International adalah sebuah organisasi non pemerintah (Non-governmental organization) yang berlokasi di Berlin, Jerman. Fokus kegiatan mereka adalah untuk memerangi korupsi dan mencegah kegiatan criminal yang timbul dari korupsi (sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Transparency_International)


5.      Siauw, Y. Felix. 2013. How to Master your Habits. Jakarta: Alfatih Press





Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Hari Anti Korupsi Internasional yang diselenggarakan KPK dan Blogger Bertuah Pekanbaru





 



1 comments:

Cicajoli said...

Luar biasa. Ingat ttg disiplin yang masih aja lalai. Semangat untuk kita #cegahKorupsi 😊

Post a Comment