Sore itu, ketika
saya sedang melihat langit sore yang cerah sambil memikirkan ide tulisan untuk
Blogdetik, tiba-tiba saja sebuah bayangan hitam muncul. Saya yang sedang asyik
termenung kala itu terkejut. “Wah, ada layang-layang,” gumam saya ketika sebuah
layangan hitam sedang terbang rendah. Yup, saya kagum dan gembira seolah-olah
saya sudah lama tidak melihat layang-layang menari di angkasa. Sejak internet
dan gadget semakin canggih dan
memasuki kehidupan kita, saya jarang melihat sekelompok anak bermain permainan
tradisional seperti layangan, petak umpet, lompat tali, dan sebagainya.
Sebagian besar anak-anak kecil zaman sekarang lebih suka menghabiskan waktu di
depan PC warnet seperti bermain game
online atau bermain di rumah dengan memakai gadget si orang tua. Kondisi itu berbanding terbalik ketika saya
masih duduk di bangku SD. Saya adalah salah satu generasi 90-an. Mungkin
pembaca langsung teringat dengan buku best
seller generasi 90-an yang berisikan segala hal yang berhubungan dengan
tahun 90-an yang tidak ada di zaman teknologi canggih sekarang ini.
Melihat sebuah
layangan sedang terbang di angkasa, saya pun miris permainan tradisional mungkin akan punah jika
anak-anak sekarang lebih memilih bermain permainan
digital daripada bermain di luar rumah. Kadang kala saya merasa gerah jika
melihat para orang tua memperbolehkan anak mereka untuk menghabiskan waktu
bermain mereka di depan gadget. Dengan
alasan agar mereka tidak gagap teknologi. Well,
sebenarnya tidak ada yang melarang anak-anak bermain game di gadget tetapi hal
itu memang harus dikontrol. Asosiasi dokter anak Amerika Serikat dan Kanada
menekankan perlunya anak usia 0-2 tahun sama sekali tidak terpapar gadget. Sementara anak 3-5 tahun
dibatasi satu jam per hari dan dua jam untuk anak 6-18 tahun (dikutip dari
health.kompas.com).
Anak-anak memang
harus dibiarkan untuk memiliki waktu bermain di luar rumah bersama teman-temannya.
Jika dibandingkan manfaat antara bermain game
di gadget dan permainan tradisional,
permainan tradisional memiliki manfaat yang lebih baik. Sebenarnya permainan
digital juga baik tetapi anak lebih senang dengan dunia grafis game yang menarik sehingga lebih menyedot
perhatiannya ke layar. Sedangkan permainan tradisional lebih banyak mengajarkan
hal-hal yang tidak ada dipelajari di sekolah. Apa saja? Diantaranya, yaitu:
-
Belajar untuk berinteraksi
Jika
bermain permainan digital, interaksi hanya sebatas dengan permainan yang
dimainkan. Pandangan selalu fokus ke layar.
Hal itu secara tidak langsung mengajarkan anak bersifat individualis dan tidak
peka lingkungan. Sedangkan permainan tradisional mengajarkan anak untuk
berinteraksi berkomunkasi, sekaligus bekerja sama dengan teman. Hal itu penting
karena manusia memang tidak bisa hidup sendiri, itulah kodrat manusia.
-
Belajar kompetisi sehat
Di
permainan tradisional seperti layang-layang, mau tidak mau kita harus berpikir
bagaimana kita bisa memutuskan tali layangan milik lawan kita. Dan tentu saja
ada trik-trik khusus untuk bisa mengalahkan lawan. Secara tidak langsung,
permainan layang-layang mengajarkan anak untuk bisa menghadapi masalah dan
mencari jalan keluar.
-
Adanya punishment
‘kreatif.’
Di
lingkungan rumah saya, anak-anak kecil masih suka bermain di luar rumah.
Menurut pengamatan saya, orang tua mereka adalah orang tua yang tidak terlalu
maniak gadget. Pada sore hari, sekelompok
anak laki-laki berkumpul dan bermain futsal di perkarangan rumah tetangga yang
tepat di depan rumah saya. Kadangkala saya suka iseng menonton permainan
mereka. Bagian paling lucu saat permainan berlangsung adalah ketika seseorang
bermain curang atau tidak bisa memasukkan bola ke gawang lawan, maka dia harus
dihukum tidak bermain alias keluar lapangan. Adanya peraturan punishment ‘kreatif’ seperti itu mengajarkan
mereka untuk bermain sportif sekaligus bertanggung jawab agar tidak
mengecewakan tim mereka.
-
Lebih menyehatkan
Permainan
tradisional seperti lompat tali, petak umpet, engrang dan masih banyak
permainan tradisional lainnya yang menuntut banyak bergerak dan melatih fisik.
Hal itu tentu menyehatkan dibandingkan dengan permainan digital yang minim
gerakan fisik.
Sebenarnya masih
banyak lagi manfaat permainan tradisional. Tugas orang tua lah yang mengkontrol
kegiatan mereka. Sah-sah saja anak diberi keseimbangan waktu bermain antara
dunia nyata dan dunia digital. Tetapi seyogyanya, sedari kecil anak dibiarkan
lebih banyak beinteraksi di luar karena hal itu lebih banyak mengajarkan mereka
hal-hal yang tidak mereka dapatkan di sekolah atau di rumah. Saya bukanlah pakar
anak tetapi hanya seorang mahasiswa yang miris melihat pengaruh perkembangan gadget dan orang tua yang cuek dengan
anaknya hobi menghabiskan waktu pada gadget
mereka. Jika sedari kecil anak dibiarkan dengan gadget tanpa ada pengawasan,
dikhawatirkan saat mereka dewasa mereka lebih suka menyendiri atau individualis, memiliki teman yang
sedikit, bersifat pesimistis, memiliki hubungan buruk dengan orang tua,
ketergantungan yang berlebihan dengan gadget-nya, perasaan panik yang
luar biasa ketika tidak membawa gadget
atau hilang.
Orang tua pun
bisa berperan untuk mengenalkan anak pada permainan tradisional. Dengan begitu,
permainan tradisional kita tidak harus punah di masa depan. Mari sekarang kita
peduli dengan nasib permainan tradisional dan masa depan anak-anak. J
0 comments:
Post a Comment