Monday, December 12, 2016

Habiskan Makananmu!

Lagi-lagi tulisan dari blog lama (2014). Enjoy reading :)




Siang itu, kafe langganan saya sedang rame. Dua meja besar disatukan dan dikelilingi oleh sepuluh orang remaja putra-putri. Sepuluh orang tersebut sudah cukup membuat saya harus berbicara keras-keras kepada teman saya karena suara kami tidak bisa menyaingi suara mereka. Selama saya berkunjung ke kafe itu, baru kali inilah kafe sedang rame dan ribut.

Saya benar-benar merasa kesal jika saya berada ditengah-tengah suara keramaian yang melebihi pasar ini. Mendengar percakapan mereka, saya yakin mereka bersepuluh berencana akan menonton film di sebuah cinema yang tidak jauh dari kafe ini.

Saya dan teman saya harus bersabar menunggu mereka selesai dan keluar. Kami berdua tidak tahan lagi dengan suara-suara ribut mereka. Tidak berapa lama kemudian, akhirnya mereka selesai dan segera membayar makanan masing-masing ke kasir yang tentu saja mereka harus antri terlebih dahulu.
Tiba-tiba ketika saya sedang asyik dengan mie kwetiau yang saya makan, mata saya tertumbuk dengan satu gelas besar es krim coklat yang masih utuh dan terlihat tidak disentuh sama sekali. Kemudian, teman saya menyikut siku saya dan menunjuk ke arah lainnya. Disana teronggok dua burger utuh dan sepiring kentang goreng. Oh my God! Kami berdua ngiler melihat makanan utuh tersebut dari meja sepuluh orang tadi.
Saya pun melihat piring-piring lain, ada yang bersih mengkilat, ada juga yang masih terisi dengan sisa makanan. Ketika mereka keluar dengan suara yang tetap berdengung seperti lebah, saya melihat siapa diantara mereka yang tidak bertanggung jawab menghabiskan makanan yang sudah dipesan. Mereka adalah anak-anak orang kaya dengan tentengan gadget yang mahal yaitu iphone dan ipad.
Tidak lama mereka pergi, si mbak waitress mendorong sebuah troli. 

Saya dan teman saya hanya bisa terpana melihat si mbak membersihkan meja sepuluh orang tadi.
“Mbak, saya mau es krimnya,” kata saya pelan tetapi tentu saja bukan terhadap si mbak tersebut. Teman saya pun tidak mau kalah ingin makan burger dan kentang goreng yang ia tunjuk tadi. Kami berdua seakan tidak rela jika makanan utuh tersebut di take away ke belakang kafe bersama piring-piring kotor. Saya pikir makanan utuh tersebut akan di makan oleh mereka, si mbak bersama para penjaga gawang di dapur. Sayang banget jika makanan tersebut dibuang, padahal sudah bayar.

Kami berdua pun terlibat diskusi  tentang sifat anak-anak sekarang yang suka makan  di luar rumah dan tidak menghabiskan makanannya. Apalagi jika ada orang tua yang ikut bersama mereka. Orang tua tersebut seakan tidak peduli jika si anak tidak menghabiskan makanan yang terbilang tidak murah tersebut.
Satu gelas es krim coklat tadi dibanderol seharga 18000 perak. Bagi mereka anak orang kaya yang masih menengadah minta duit sama ortu, hal itu bukanlah apa-apa bagi mereka. Kalo duit habis ya minta pada orang tua. Sedangkan saya harus pikir beribu kali jika ingin memesan es krim tersebut. Apalagi saya hanyalah  mahasiswa semester akhir yang harus mengirit duit untuk pengeluaran biaya ujian proposal dan sidang akhir nanti.
***
Peran orang tua berperan besar bagaimana si anak belajar bersyukur dengan menghabiskan makanan yang dimakan. Saya pun teringat dengan Ibu di rumah. Beliau satu-satunya yang paling cerewet jika makanan yang saya makan tidak habis. Pasti beliau akan berkata bahwa beras mahal, ikan mahal, barang-barang pokok naik. Jika nasi masih tersisa di pinggir-pinggir piring saya, pasti ibu akan menghabiskannya. Pun jika ada daging ikan yang masih tersisa di sisi-sisi tulang, tanpa pikir panjang beliau akan menhabiskannya dengan cara mengisap-isap tulang tersebut sampai tersisa tulang yang utuh dan bersih.

Sampai sekarang kelakuan Ibu masih dilakukan sampai sekarang sambil berpesan, “Habiskan makananmu! Ikan-ikan sekarang harganya mahal, sayang banget duit udah keluar 60 ribu tapi dibuang percuma. Masih syukur kita masih bisa makan ikan.”

Saya memang dilahirkan di sebuah keluarga sederhana dimana satu biji beras sangat valuable bagi kami. Dan saya pun miris melihat kelakukan anak-anak zaman sekarang seperti sepuluh orang anak tadi. Sudah memesan makanan mahal tapi tidak dihabiskan. Pun saya jarang melihat para orang tua ngomel-ngomel seperti Ibu saya jika makanan yang sudah dipesan tidak dimakan habis oleh sang anak. Bahkan ada juga orang tua dengan cuek mungkin dengan dalih kenyang, makanan yang ia pesan sendiri pun tidak habis. Saya pernah melihat sebuah keluarga, ayah-ibu dan anak-anaknya dengan tanpa merasa bersalah meninggalkan makanan yang saat itu masih tersisa satu atau dua potong pizza.  

Awalnya, saya cuek dengan omelan ibu. Tetapi ketika saya menjadi mahasiswa dan mulai berpikir  dewasa ingin mencari uang tambahan untuk keperluan kuliah, saya pun tersadar.  Mencari duit itu memang tidak mudah. Dan kitalah sang anak kurang ajar yang suka seenak perut minta duit jika duit habis. Padahal  pagi sampai sore orang tua harus kerja keras demi kebutuhan kita terpenuhi. Orang tua tidak pernah meminta ucapan terima kasih atas yang mereka lakukan. Melihat senyum gembira saja itu sudah cukup bagi mereka. Mulailah belajar bersyukur dengan menghabiskan makananmu dan berterima kasih kepada Tuhan dan orang tua. Kamu beruntung bisa makan makanan enak. Sedangkan orang yang tidak seberuntung kita harus berpikir dan memutar otak apa yang harus dimakan esok hari. 

Lalu, belilah makanan sesuai kebutuhan dan jangan berlebih-lebihan. Lebih baik makanan sisa yang tidak habis dibawa pulang. Dan bagi orang tua ajarlah, anak-anak Anda untuk bersyukur dengan cara menghabiskan setiap makanan yang dimakan. Seperti Ibu saya :D

0 comments:

Post a Comment